Ketupat merupakan hidangan khas daerah di kawasan Asia Tenggara yang terbuat dari beras yang diletakan dalam pembungkus yang terbuat dari janur atau daun kelapa muda yang dianyam. Ketupat ini sering ditemui terutama ketika dalam perayaan umat Islam yang menyambut hari raya Idul Fitri atau lebaran hingga 5 hari setelahnya.
Di Indonesia sendiri ada beberapa kuliner khas yang menggunakan ketupat sebagai sajian utamanya, seperti kupat tahu dari Sunda, grabag dari Magelang, katupat kandangan dari Banjar, kupat glabet dari Kota Tegal, lotek, tipat cantok dari Bali), hingga gado-gado.
Ketupat juga kerap dihidangkan bersama hidangan lain sebagai pelengkap seperti sate, meskipun terkadang lontong lebih populer. Bukan hanya di Indonesia, ketupat pun juga banyak dikenal di berbagai negara seperti Malaysia, Brunei, Singapura hingga Filipina namun dengan motif anyaman yang sedikit unik.
Ketupat memiliki dua bentuk utama yakni kepal yang lebih umum dengan sudut tujuh lalu jajaran genjang yang bersudut enam. Masing-masing, memiliki pola anyaman yang sangat berbeda. Saat memembuat ketupat, diperlukan janur pilihan yang berkualitas baik. Biasanya ukurannya panjang dan juga lebar, tak terlalu muda maupun tak terlalu tua yang umumnya berwarna kuning kehijauan.
Gambar Ketupat






























Di beberapa daerah di Pulau Jawa, sebagian masyarakatnya masih sering menggantungkan ketupat di atas pintu rumah yang digunakan sebagai jimat. Bahkan ada sebagian masyarakat yang berpegang pada prinsip tradisi tidak membuat ketupat di hari biasa. Sehingga penganan ketupat hanya bisa ditemukan pada saat hari raya lebaran dan setelah lima atau tujuh hari.
Masyarakat di Bali juga mengenal ketupat dan di sana lebih populer dengan sebutan tipat yang kerap digunakan dalam sesajen upacara. Bukan hanya itu, ketupat di Bali juga banyak dijajakan keliling sebagai pelengkap bakso maupun tipat cantok.
Tradisi ketupat lebaran menurut beberapa cerita merupakan simbol dari sebuah ungkapan berbahasa Jawa ku atau ngaku yang bermakna mengakui, dan pat atau lepat yang bermakna kesalahan. Pitutur atau petuah ini kerap digunakan Sunan Kalijaga ketika mensyiarkan syariat Islam di berbagai wilayah Pulau Jawa yang pada masa tersebut masih berkeyakinan animisme.
Percampuran antara budaya serta keyakinan ini yang akhirnya menggeser kesakralan makna ketupat jadi tradisi yang lebih Islami. Terutama ketika ketupat kerap jadi hidangan spesial yang hampir selalu ada momen hari raya umat Islam, untuk saling maaf memaafkan.